SEJARAH RUMKITAL dr. MIDIYATO SURATANI TANJUNGPINANG


Awal sejarahnya Rumkital dr. Midiyato Suratani dimulai dari dibangunnya sistem perbentengan atau kubu pertahanan Raja Haji Fisabililah selama perang Riau di Tanjungpinang antara tahun (1782-1785). Bersamaan dengan itu dibangun juga sebuah benteng besar di kaki bukit Tanjungpinang (yang dikenal dengan Tanjung Buntung) serta dengan sebuah benteng lainnya di sisi timur dan di sisi selatan Pulau Penyengat, di Pulau Senggarang. Pulau Bayan, dan benteng kecil di teluk keriting. Benteng di atas Bukit Tanjungpinang ini fungsinya menjaga pintu masuk Ke kuala Riau yaitu pintu utama menuju pusat pemerintahan Kerajaan Johor Baharu di Riau lama. Sebagai lazimnya Benteng melayu pada masa itu, benteng yang dibangun oleh Raja Haji Fisabililah ini adalah tipikal benteng tanah. Struktur utamanya adalah parit yang digali dan diperkuat dengan barisan pancang-pancang batang kelapa dan
batang kayu yang diisi tanah. Dalam sejarah Tanjungpinang, Benteng Raja Haji Fisabililah terletak diatas bukit ini amatlah penting artinya. Benteng inilah yang menentukan kemenangan Raja Haji Fisabililah. Dari sarang meriam benteng ini memuntahkan peluru yang memungkinkan tembakan dari benteng teluk keriting dan dengan mudahnya meledakkan kapal bendera VOC Malakas Welvarent pada 6
Januari 1784. Setelah Raja Haji Fisabililah gugur di medan perang teluk ketapang malaka pada 18 Juni 1784, benteng diatas bukit Tanjungpinang dan di Pulau Bayan diambil alih VOC Belanda dibawah pimpinan Mayor Hamel dalam sebuah ekspedisi kedua Riau dan sekitarnya pada November 1784. Belanda kemudian memperbaikinya memperkuat dengan meriam pemburas dan masih dalam formasi sebuah benteng tanah melayu. Kemudian letnan infantri Jacob Kristian Vetter, Ir. Ricard dan letnan
laut Christian Martens ditinggalkan untuk menjaga benteng tersebut. Sejak saat itu bendera bugis berganti menjadi bendera belanda. Selanjutnya 6 tahun kemudian di bawah pimpinan David Ruhde (Resident Riauw yang pertama), VOC kembali memperkuat benteng ini dengan menambahkan persenjataan dan 4 buah bastion (sarang meriam) ala benteng Belanda abad 18. Selain itu pula di tambah sebuah sarang meriam berbentuk setengah lingkaran di sisi utara. Dengan kekuatan ini dapat menyapu petahanan musuh di pulau penyengat, kampung cina di senggarang, bukit stoppelar dan kuala riau yang terletak antara tanjungpinang dan pulau penyengat.

Lalu 30 tahun kemudian tepatnya pada tahun 1820, Belanda memperkokoh benteng ini dengan mengganti benteng parit ala melayu menjadi benteng belanda gaya abad 18 yang permanen. Arsiteknya Letnan Zeni Schonermark mendatangkan berkapal kapal bongkahan batu besar berwarna merah yang berasal dari batu benteng benteng kota Malaka zaman Portugis yang diruntuhkan oleh VOC Belanda.
Seluruh struktur bangunan benteng yang di bangun tersebut selesai pada tahun 1824 dan diberi nama FORT KROONPRINS atau Benteng Putra Mahkota. Dimana benteng ini di lengkapi dengan Gudang peluru, gudang rempah rempah, Asrama tentara Belanda perumahan pejabat Belanda, terowongan bawah tanah yang konon tembus ke Pulau penyengat serta adanya TPS (Tempat Perawatan Sementara). Jika ada Tentara Belanda atau orang belanda meninggal akan di kuburkan di KIRKOF (kuburan Belanda) yang jaraknya sekitar satu kilometer dari Benteng ini. Benteng FORT KROONPRINS ini bertahan hingga Indonesia Merdeka. Akhirnya pada tanggal 1 April 1955 Benteng FORT KROONPRINS atau Benteng Putra Mahkota ini diserahkan oleh Angkatan Darat Belanda kepada Angkatan Laut Republik Indonesia. Dengan berkembangnya TNI Angkatan laut dan tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan serta perawatan maka dibangun rumah sakit yang diresmikan oleh Marsda TNI DR. H. Soejoso S (Kapuskes ABRI) pada tanggal 15 Januari 1975 melalui Skep Kasal Nomor Skep/12/I/1975 dengan nama Rumah sakit Angkatan laut daeral 2 dengan Karumkital pertama Letkol Laut (K) dr. Hendroyono. Dimasa kepemimpinan Letkol Laut (K) dr Iman T Rahman Sp. A., berdasarkan surat Keputusan Menhankam/Pangab no Skep 226.a/11/ 1977 tanggal 17 Juli 1980 Rumkital dr. Midiyato Daeral 2 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Tingkat IV. Rumah Sakit TNI AL semakin berkembang, kemudian pada tanggal 11 Maret 1981 dilaksanakan peresmian RSAL dr. Midiyato Suratani oleh Panglima daeral 2 Laksamana Pertama TNI Soegiatmo. Kemudian berdasarkan surat keputusan Menhankam/Pangab nomor Skep 1746/VI/1982 tanggal 28 Juni 1982 Rumkital Daeral
2 berganti nama menjadi Rumkital dr. Midiyato Suratani yang ditetapkan sebagai Rumah sakit TNI tingkat Ill dengan kapasitas 100 tempat tidur serta 4 Spesialis dasar (bedah umum, penyakit dalam, kebidanan/kandungan serta kesehatan anak).

Pada tahun 1984 periode kepemimpinan letkol laut (K) dr IBM Andana Sp.OG., Rumkital dr. Midiyato Suratani di tetapkan sebagai Rumkit matra laut dengan di tempatkanya RUBT (Ruang Udara Bertekanan Tinggi). Fasilitas ini dipakai untuk menangulangi penyakit akibat penyelaman disamping untuk kegiatan Matra Laut. Pada tanggal 29 Desember 2009 dibawah kepemimpinan Letkol laut (K) dr Syaiful HD Sp. KJ Rumkital dr midiyato Suratani telah terakreditasi oleh kementrian kesehatan Republik Indonesia Skep YM.01.01.II/5056/09 untuk lima bidang pelayanan. Seiring berjalannya waktu Rumkital dr Midiyato Suratani semakin berkembang dan semakin meningkat sehigga pada tanggal 11 Maret 2012 dimasa kepemimpinan Kolonel laut (K) IDG Nalendra DI Sp B Sp.BTKV (K) dengan berdasar peraturan Panglima TNI no Perpang /65/01/2011 tanggal 1 Nopember 2011 Rumkital Dr Midiyato Suratani ditetapkan dari rumkit TNI Tingkat III menjadi Rumkit TNI Tingkat II. Sejalan dengan hal tersebut ditetapkan pula sebagai Rumkit type B oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia no HK 03.05/1972/2011 tanggal 13 April 2013.
Pada masa kepemimpinan Letkol Laut (K) dr. Joannes Bosco Lengkong, Sp. A., telah diresmikan Gedung baru Trauma Center Bersama Gubernur Kepulauan Riau Drs. H. Muhammad Sani pada tanggal 27 September 2014. Pada tanggal 27 Oktober 2017 Rumkital dr. Midiyato Suratani telah lulus Akreditasi oleh KARS dengan hasil Paripurna pada masa kepemimpinan Kolonel Laut (K) dr. Ahmad Samsulhadi. Pada
saat tahun 2020 dimasa pandemi Covid 19, Rumkital di tunjuk sebagai Rumah sakit Rujukan Covid 19. Dimasa kepemimpinan Kolonel laut (K) dr Tanto Budiharto Sp.JP MARS berkomitmen memberikan pelayanan Paripurna (service excellent) bagi TNI dan keluarga, purnawirawan serta masyarakat Kepulauan Riau dan sekitarnya dengan mengunakan fasilitas BPJS. Pada masa kepemimpinan Kolonel laut (K) dr. Edwin M. Kamil, Sp.B., Rumkital dr. Midiyato Suratani telah mendirikan berbagai fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit (meliputi renovasi dan pembangunan poli rawat jalan, Gedung cagar budaya,
ruang jenazah dan garasi angkutan) dan berhasil mempertahankan predikat sebagai rumah sakit dengan Akreditasi paripurna (telah terakreditasi oleh KARS tanggal 18 s/d 20 Januari 2023).
Berdasarkan Surat KMKNRI No. 242 tanggal 7 Juli 2023, Rumkital dr. Midiyato Suratani ditetapkan sebagai Instansi pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, sebagai upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan. Seiring berjalannya waktu pada masa kepemimpinan Kolonel Laut (K) dr. Mohamad Sulaiman Abidin, Sp.M., Rumkital dr. Midiyato Suratani berhasil mendapatkan piagam penghargaan dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) atas keberhasilan dari kegiatan pemantauan dan evaluasi rumah sakit pasca akreditasi setelah 1 tahun.